Kamis, Mei 9, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Tersangka Kredit Fiktif Kembalikan Kerugian Negara

DENPASAR – Penyidik Kejati Bali menerima pengembalian uang kerugian negara Rp 350 juta, Selasa (4/10) dari keluarga tersangka SW dan IKB.

Pengembalian uang itu, terkait dugaan kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) kredit fiktif, berupa kredit modal kerja usaha dan konstruksi pengadaan barang dan jasa BPD Bali Cabang Badung.

“Pengembalian ini dilakukan penitipan di Rekening Penitipan Kejati Bali di Bank BRI. Uang ini akan dilakukan penyitaan oleh Penyidik Kejati Bali. Yang nantinya digunakan untuk memperkuat pembuktian di persidangan,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejari Bali, A Luga Harlianto SH MHum.

Dia menjelaskan, sekitar pukul 12.00 Wita, penyidik telah menerima uang sebagai bagian pengembalian kerugian negara untuk yang kedua kalinya dalam perkara kredit fiktif di BPD Bali.

“Tadi keluarga tersangka SW dan IKB, telah menyerahkan uang kepada penyidik Kejati Bali sebagai pengembalian kerugian negara Rp350 juta. Dan, sebelumnya pada 28 Juni 2022 telah mengembalikan uang sejumlah Rp1,15 miliar. Sehingga, total pengembalian mencapai Rp 1,5 miliar,” pungkasnya.

Lebih lanjut dikatakan Luga, tersangka SW dan IKB, dalam penyidikan menyadari kesalahannya dan ingin bertanggung jawab akibat perbuatan yang telah dilakukannya. Sisa dari kerugian negara akibat perbuatan tersangka SW dan IKB diupayakan akan diserahkan kepada Penyidik Kejati Bali secara bertahap.

“Tentunya hal ini yang diharapkan dari Pimpinan Kejati Bali bahwa penindakan yang dilakukan bidang pidana khusus tidak hanya berorientasi pada penindakan tetapi juga kepada pengembalian kerugian negara,” jelasnya.

Sebelumnya, tersangka SW dan IKB bersama-sama dengan tersangka IMK dan DPS, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Penyidik Kejaksaan Tinggi Bali pada 11 April 2022 atas perbuatan para tersangka, pemberian kredit modal kerja usaha dan konstruksi pengadaan barang dan jasa BPD Bali Cabang Badung, yang diduga fiktif sejak tahun 2016 hinga Tahun 2017 sebesar Rp 5 miliar.

Para tersangka (IMK, DPS, SW dan IKB), disangkaan melanggar Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Kemudian, Pasal 9 UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

“Proses penanganan perkara hingga saat ini sudah sampai pada tahap Prapenuntutan, pada 30 Oktober 2022 berkas perkara telah diserahkan oleh Penyidik kepada Penuntut Umum dan saat ini masih dalam proses penelitian berkas oleh Penuntut Umum,” ucap Luga.

Lebih lanjut dijelaskan, apabila hasil penelitian berkas perkara telah lengkap secara formil maupun materiil, maka akan dilanjutkan ke tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) kepada Jaksa Penuntut Umum.

“Namun ketika dinilai masih ada kekurangan maka tentunya berkas perkara akan dikembalikan lagi kepada Penyidik disertai Petunjuk untuk dilengkapi,” jelasnya. (WIR)

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

BERITA POPULER