BADUNG – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menekankan komitmen menurunkan 40 persen konsumsi energi menjadi 310 juta ton setara minyak (MTOE) dari proyeksi 519 MTEO pada 2060 guna mengejar netralitas karbon.
“Upaya itu bisa dilakukan melalui aksi mitigasi dan aktivitas konservasi energi,” kata Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Strategi Percepatan Penerapan Energi Transisi dan Pengembangan Infrastruktur Energi Ego Syahrial dalam Forum Energi Asia Timur di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Senin.
Dalam pemaparannya, permintaan energi diproyeksi tumbuh 1,8 persen per tahun sehingga meningkatkan permintaan energi dari 142 MTOE pada 2020 menjadi 519 MTOE pada 2060.
Permintaan energi itu oleh aktivitas bisnis di antaranya sektor industri, transportasi, permukiman, komersial, dan sektor lainnya.
Untuk mendukung upaya itu, beberapa strategi dilakukan berdasarkan sektor pengguna energi misalnya di sektor industri melalui strategi menggeser penggunaan BBM, elektrifikasi, hidrogen yang menggantikan gas, dan biomasa.
Di sektor transportasi lebih menekankan konsumsi BBM nabati, kendaraan listrik, BBM hidrogen untuk truk, BBM rendah karbon dan ramah lingkungan untuk perkapalan dan penerbangan, elektrifikasi, hingga penggunaan teknologi untuk efisiensi.
Selanjutnya, di sektor komersial dengan menekankan penggunaan elektrifikasi, jaringan gas, hingga program efisiensi energi.
Kemudian di sektor rumah tangga melalui strategi elektrifikasi, jaringan gas, secara bertahap mengurangi impor elpiji dan program efisiensi energi.
“Industri masa depan mampu menggeser penggunaan energi dari non elektrifikasi menjadi elektrifikasi, kemudian penggunaan batu bara dan meningkatkan utilitas gas,” imbuhnya.
Ego juga memaparkan Indonesia memiliki peta jalan di sektor energi untuk mendukung nol emisi 2060 yakni menurunkan emisi sebesar 93 persen pada 2060 oleh aktivitas bisnis dari estimasi 1.927,4 juta ton karbon menjadi 129,4 juta ton karbon.
Pada peta jalan 2060 itu, dari sisi suplai seluruh listrik didukung menggunakan pembangkit listrik menggunakan energi baru dan terbarukan, hingga emisi menyisakan gas rumah kaca pada level 129,4 juta ton karbon.
Sedangkan dari sisi permintaan, lebih banyak penggunaan teknologi mitigasi pemanasan global yakni penangkapan emisi karbon dioksida (CCS) untuk industri, jaringan gas, dan kompor induksi.
Sementara itu, ekonom senior dari Institut Penelitian Ekonomi untuk ASEAN dan Asia Timur (ERIA) Han Phoumin dalam forum yang sama mengungkapkan adanya insentif dari pemerintah di negara-negara kawasan ASEAN juga mendukung upaya mewujudkan energi bersih.
Ada pun salah satu opsi energi bersih yakni hidrogen yang bisa dimanfaatkan untuk mengurangi emisi salah satunya di sektor transportasi.
“Hidrogen akan berperan besar di masa depan terhadap netralitas karbon. Itu akan sangat penting sebagai BBM guna mendukung energi bersih karena hidrogen bisa digunakan serbaguna,” katanya. (ant/sb)