BADUNG– Anggota DPD RI Made Mangku Pastika mengingatkan peningkatan kasus rabies di Provinsi Bali dapat menjadi ancaman serius bagi kepariwisataan setempat, sekaligus dapat menyedot anggaran penanganan yang besar.
“Sampai saat ini ternyata kasus rabies di Bali masih menjadi persoalan serius, sehingga semestinya bisa menjadi perhatian pemerintah dan berbagai pihak,” kata Pastika dalam kegiatan Kunjungan Daerah Pemilihan (Kudapil) di Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Minggu.
Diskusi dilaksanakan Forum Dokter Hewan Peduli ini menghadirkan perwakilan anggotanya yang merupakan para dokter hewan, akademisi dan praktisi. Dalam diskusi juga hadir mantan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali I Putu Sumantra.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dari Januari-Juni 2023 tercatat kasus gigitan hewan penular rabies di provinsi setempat sudah lebih dari 19.000 gigitan. Bali tercatat sebagai provinsi dengan jumlah kasus rabies terbanyak di Tanah Air.
“Yang mengancam pariwisata itu adalah wabah. Jika tidak ditangani dengan tepat, rabies berpotensi menjadi wabah. Apalagi di Bali itu banyak anjing yang dibiarkan berkeliaran. Kalau ini (rabies) dibiarkan, ini bisa berpengaruh besar pada pariwisata,” ucap Gubernur Bali periode 2008-2018 itu.
Selain itu, kalau kasus rabies yang tinggi, juga berdampak menyedot anggaran yang besar karena setiap gigitan anjing ataupun hewan penular rabies memerlukan empat kali suntikan vaksin antirabies (VAR) bagi orang yang digigit anjing.
Menurut Pastika, untuk penanganan rabies di Bali kita tidak bisa hanya mengandalkan pada pemerintah, apalagi secara struktur dan SDM yang memang terbatas karena hanya ditangani satu bidang di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali.
“Salah satu pihak yang bisa membantu adalah komponen pariwisata karena mereka yang akan menerima dampaknya jika kasus rabies semakin serius. Oleh karena itu, kalangan pariwisata harus mau berbagi CSR untuk penanganan rabies,” ucapnya.
Upaya lainnya, kata Pastika, Forum Dokter Hewan Peduli dapat segera beraudiensi dengan Penjabat Gubernur Bali Irjen Polisi Sang Made Mahendra Jaya untuk menyampaikan persoalan rabies ini.
Sementara itu praktisi hewan kecil drh Soeharsono DTW PhD mengatakan kasus rabies di Bali meningkat tajam sejak 2022, yang saat itu tercatat 702 kasus terkonfirmasi. Sedangkan pada 2020 tercatat 101 kasus gigitan dan pada 2021 dengan 289 kasus gigitan.
Dari 2008-2022 tercatat kematian karena rabies di Bali lebih dari 100 orang, pada 2022 ada 22 kasus kematian serta dari Januari-Juni 2023 sudah tiga orang yang meninggal karena rabies.
Tingginya kasus rabies di Bali, kata Soeharsono, disebabkan karena masih banyaknya anjing tak bertuan yang berkeliaran, maupun anjing yang ada pemiliknya, namun sebagian dibiarkan lepas di jalan.
“Sulit membebaskan Bali dari kasus rabies sepanjang masih banyak anjing tak bertuan yang berkeliaran. Oleh karena itu, konsentrasi pembebasan dari kasus rabies harus dengan mengeliminasi anjing-anjing liar itu,” ujarnya.
Jika berkaca dari cerita sukses di negara lain seperti Inggris (tahun 1902) dan Jepang (1950), mereka berhasil bebas rabies lewat eliminasi anjing liar atau jalanan itu. Demikian pula di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, bisa bebas rabies lewat eliminasi anjing liar.
Selain eliminasi anjing liar, solusi berikutnya dengan melakukan kontrol populasi dan vaksinasi bagi anjing yang ada pemiliknya, namun sebagian dibiarkan lepas di jalan.
“Perlu satu komando gubernur, otoritas veteriner dan pelibatan semua pemangku kepentingan untuk menekan kasus rabies di Bali,” katanya.
Ketua Forum Dokter Hewan Peduli drh I Dewa Made Anom mengatakan komunitasnya yang berdiri sejak lima tahun silam itu telah berupaya untuk menekan kasus rabies dengan melakukan kontrol populasi (sterilisasi) anjing dan hewan penular rabies (HPR) lainnya secara sukarela.
“Kami tidak saja menyasar anjing liar untuk vaksinasi dan sterilisasi, juga melayani permintaan warga dan pemerintah. Selain anjing, juga menyasar monyet-monyet liar,” katanya.
Mantan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali I Putu Sumantra menambahkan, berkaca dari pengalaman penanganan rabies yang sudah dilakukan, maka penting untuk membangkitkan kembali pasukan eliminasi anjing-anjing liar.
Demikian pula untuk vaksin yang digunakan untuk memvaksinasi hewan penular rabies haruslah yang jenisnya tepat. Hal ini bisa dikomunikasikan dengan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.
“Satu kasus gigitan rabies, bisa berdampak pada puluhan hewan lainnya dan ancaman terhadap nyawa manusia. Selain itu pentingnya edukasi pada masyarakat agar memiliki budaya untuk memelihara anjing dengan baik,” kata Sumantra. (ant/sb)