BADUNG – Penasehat P3MI sekaligus kuasa hukum korban penipuan calon pekerja migran Indonesia (CPMI) PT MAG Diamond, Putu Pastika Adnyana mengungkap, jumlah korban yang mengadu ke pihaknya kini bertambah 20 orang. Para korban dijanjikan bekerja di Inggris.
“Itu akan kita laporkan mungkin minggu depan sudah dalam tahapan kok,” kata Pastika usai rapat bersama Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja, LSP, LPK dan P3MI di Pusat Pemerintahan (Puspem) Badung, Selasa (6/12/2022).
Pastika menjelaskan bahwa 20 orang tenaga kerja migran itu akan ditempatkan di United Kingdom (Inggris). Sayangnya Pastika tidak merinci lebih jauh terkait perusahan agensi yang menipu mereka.
Rata-rata para korban dimintai uang sebesar Rp 20 juta-Rp 60 juta. “Iya itu di Rp 20 juta hingga Rp 60 juta,” ungkap pemilik perusahaan Agency PT Sanjaya Tantri Bahtera yang berlokasi di Buduk, Mengwi.
Menurut Pastika saking banyaknya pengaduan korban, kini ia melibatkan PBH (Pusat Bantuan Hukum) dan Peradi SAI untuk memberikan bantuan hukum. Sebelumnya, Pastika menerima mengungkap pihaknya menerima laporan aduan penipuan CPMI sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya 18 orang (penempatan Turki) bertambah menjadi 350 orang (penempatan Jepang) dan terbaru 20 orang (penempatan UK).
Putu Pastika Adnyana mengungkap bahwa saat ini 20 korban yang mengadu mengaku ditipu oleh LPK (Lembaga Pelatihan Kerja). “Iya yang terbaru (20 korban) itu direkrut oleh LPK, mereka menjanjikan kerja di luar negeri dan LPK seperti ini salah seharusnya tugas mereka melatih, membuat SDM yang unggul, di Bali ini banyak LPK rasa agen,” ungkapnya, Selasa (6/12/2022).
Di satu sisi, Ketua DPD HILLSI (Himpunan Lembaga Pelatihan Seluruh Indonesia) Bali I Made Sumitra juga mengungkap adanya LPK di Bali yang rasa agen. Korban diduga diimingi kerja di luar negeri dengan gaji besar oleh LPK. Namun bukannya diberangkatkan, uang puluhan juta yang sudah disetor justru lenyap dan para korban tak kunjung diberangkatkan.
Sehingga, Pastika menyebut LPK berasa agen karena langsung merekrut dan menempatkan CPMI ke luar negeri. Temuan itu, membuat citra LPK di Bali semakin terpuruk, terlebih pasca pandemi dimana penurunan jumlah siswa di angka 50-70 persen.
“Iya terpuruk, seluruh LPK turun 50-70 persen, 10 ribu lulusan SMK tidak melanjutkan ke LPK,” kata dia di forum rapat bersama stakeholder seperti LPK, LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi) dan P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia), di Puspem Badung, Selasa (6/12/2022).
Bahkan, ia juga mengungkap adanya LPK yang menjalani dualisme dan bekerjasama dengan LKP (lembaga kursus dan pelatihan). “Yang melatih melalui LPK semestinya melalui LSP P1 (Peserta didik) atau LSP P3 (industrial/STM) bukan ke LLSK jangan sampai Mised, sertifikatnya dari LPK tapi sertifikatnya dari LLSK itu Disdikpora,” cetus dia.
Selain LPK, ia juga turut mengungkap adanya Manning Agency (usaha jasa keagenan) yang tidak memiliki legalitas. “Ada legal tapi tidak terbukti, saya sempat lihat masyarakat pasti tau PT, tapi itu kan mudah dibuat ada Rp5 juta jadi itu PT,” kata dia.
Karena itu, ia mengingatkan para lembaga pelatihan kerja di Bali untuk mengikuti regulasi yang benar. (nor/dpra/dtc)