JAKARTA – Kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, Ari Yusuf Amir, menyoroti perlunya transparansi dalam proses hukum terkait kasus dugaan korupsi impor gula yang menjerat kliennya.
Dalam keterangannya usai sidang, Ari menegaskan bahwa audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) baru dilakukan setelah Tom Lembong ditahan, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai dasar perhitungan kerugian negara dalam dakwaan jaksa.
“Sejak awal, kami sudah mempermasalahkan hak terdakwa untuk mendapatkan akses terhadap laporan audit BPKP. Ini menjadi kunci untuk menentukan apakah benar ada kerugian negara serta bagaimana metode penghitungannya,” ujar Ari, Kamis (13/3/2025).
Ari menjelaskan Tom Lembong baru diklarifikasi mengenai audit BPKP pada 20 Januari 2025, padahal ia telah ditahan sejak 29 Oktober 2024.
Ia mempertanyakan mengapa hasil audit yang diklaim sebagai dasar kerugian negara tidak diungkap sejak awal.
“Ketika Pak Tom ditahan, audit BPKP itu belum ada. Sekarang katanya sudah ada, tetapi mengapa tidak langsung disampaikan? Kenapa ada kesan ditutupi?” tegasnya.
Dalam persidangan, majelis hakim akhirnya mengabulkan permintaan tim kuasa hukum agar laporan audit BPKP disertakan sebagai bukti dan diberikan kepada terdakwa serta tim pembela. Ari menilai keputusan ini sebagai langkah penting untuk memastikan proses hukum yang adil.
Selain itu, ia juga menekankan bahwa kasus ini mendapat perhatian luas dari publik dan akan menjadi ujian bagi integritas sistem peradilan di Indonesia.
“Seluruh masyarakat Indonesia menyaksikan persidangan ini. Jika ada kekeliruan, baik dari jaksa maupun hakim, publik akan menilai. Ini akan berdampak besar terhadap kredibilitas penegakan hukum kita,” jelas Ari.
Lebih lanjut, tim kuasa hukum sedang mempertimbangkan untuk menghadirkan mantan Menteri Perdagangan setelah masa jabatan Tom Lembong guna membandingkan kebijakan impor gula dari periode sebelumnya hingga saat ini.
Menurutnya, kebijakan impor gula yang diterapkan di era Tom Lembong tidak berbeda dengan periode lainnya, sehingga jika ia dinyatakan bersalah, kebijakan serupa di masa lain pun seharusnya diperlakukan dengan standar yang sama.
“Proses impor ini adalah hal yang normal dan bukan merupakan tindakan korupsi. Apa yang dilakukan sebelum dan sesudah Pak Tom sama saja. Jika Pak Tom dianggap bersalah, maka kebijakan di semua periode harus dinilai dengan ukuran yang sama,” tambahnya.
Ari juga menegaskan bahwa pihaknya akan menguji laporan audit BPKP di persidangan dengan menghadirkan ahli dan pakar keuangan guna memastikan keakuratan serta keabsahan perhitungan kerugian negara yang diklaim oleh jaksa.
“Kami akan dalami dan uji laporan BPKP ini di pengadilan dengan para ahli. Semua fakta akan kami buka dalam persidangan,” tutupnya. (MK/SB)