DENPASAR – Kepolisian Daerah Bali menetapkan lima orang tersangka dalam kasus pengerukan tebing dan pengurugan sepanjang pantai (reklamasi) seluas 2,2 hektar di daerah pesisir Pantai Melasti, Desa Ungasan, Kuta Selatan, Kabupaten Badung.
Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Satake Bayu, menjelaskan bahwa kelima tersangka ini tidak memiliki izin dan melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan pemerintah, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan.
“Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan serta keterangan ahli, pada tanggal 26 Mei 2023, telah dilaksanakan gelar perkara. Pada awalnya, para pelaku menjadi saksi dan terlapor, namun kemudian naik status menjadi tersangka. Kelima tersangka ini berinisial GMK (58 tahun) seorang karyawan swasta, MS (52 tahun) karyawan swasta, IWDA (52 tahun) selaku Bendesa Adat Ungasan, KG (62 tahun) karyawan swasta asal Surabaya Jatim, dan T (64 tahun) karyawan swasta asal Surabaya Jatim,” beber Kombes Pol Satake Bayu didampingi Kasubdit Penmas AKBP Ketut Eka Jaya, Kasubdit II Ditreskrimum AKBP Kadek Witaya, dan Kasat Pol PP Kabupaten Badung Gusti Agung Ketut Surya Negara, dalam rilis pers di Ruang Pers Ghosal Bid Humas pada Senin (29/5/2023).
Dia menjelaskan bahwa kelima tersangka dikenakan Pasal 75 Jo Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Jo Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Jo Pasal 56 ke-1e KUHP, dengan ancaman pidana 3 tahun.
Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 109 Jo Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Dan Perlindungan Lingkungan Hidup Jo Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dengan ancaman hukuman maksimal 3 tahun dan denda sebesar Rp3 miliar.
Serta Pasal 69 Jo Pasal 61 huruf a Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Jo Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dengan ancaman hukuman maksimal 3 tahun.
“Dalam kasus ini, para tersangka memiliki perjanjian untuk membentuk beach club. Saat ini, kasus masih berada dalam tahap pemberkasan tahap 1 dengan kejaksaan. Terkait apakah ada tersangka lain dalam kasus ini, akan ditindindaklanjuti. Saat ini, kami sedang melakukan koordinasi dengan kejaksaan,” katanya.
Mengenai kasus ini, Kasatpol PP Badung, Drs. Gusti Agung Ketut Suryanegara, menambahkan bahwa dengan ditetapkannya lima tersangka, pihak Pemda Badung memberikan apresiasi kepada Polda Bali dan jajarannya.
“Kasus ini terjadi karena tindakan sewenang-wenang oleh pihak yang tidak berwenang. Kami akan menunggu putusan pengadilan untuk langkah selanjutnya,” katanya singkat.
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Satake Bayu, menambahkan bahwa kronologi kejadian tersebut terjadi pada 20 Juni 2022. Satpol PP Kabupaten Badung, berdasarkan Surat Tugas No. Tugas Nomor: 331.1/546/Satpol PP, tanggal 20 Juni 2022, melakukan inspeksi mendadak ke daerah pesisir Pantai Melasti, Desa Ungasan, Kuta Selatan, yang dipimpin oleh Kasatpol PP Badung, Drs. Gusti Agung Ketut Suryanegara.
Dari hasil inspeksi tersebut, ditemukan adanya gundukan batu kapur yang masuk ke perairan Pantai Melasti serta pengerukan tebing di kawasan tersebut yang diduga sebagai dampak dari reklamasi yang dimaksud.
“Pada lokasi tersebut diketahui bahwa yang mengerjakan dan menguasai proyek saat itu adalah Made Sukalama selaku Direktur Utama PT. Tebing Mas Estate, berdasarkan Akta Perjanjian Penunjukan dan Kerjasama No.4 tanggal 27 Mei 2020,” jelasnya.
Selanjutnya, ditemukan bahwa pengerukan tebing dan pengurugan Pantai Melasti tidak memiliki izin dari Pemerintah sesuai dengan Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang. Tindakan pengurugan pantai/reklamasi ini merupakan tindak pidana.
Pada 28 Juni 2022, Pemkab Badung melaporkan peristiwa tersebut ke Polda Bali dengan nomor Laporan Polisi: LP/B/338/VI/2022/SPKT/POLDA BALI, tanggal 28 Juni 2022.
“Berdasarkan laporan tersebut, Ditreskrimum Polda Bali melakukan penyelidikan dan penyidikan, dan benar ditemukan adanya pengerukan tebing dan pengurugan di Pantai Melasti. Hasil pengukuran BPN Badung menunjukkan bahwa luas pengerukan mencapai 22.310 meter persegi atau 2,2 hektar lebih. Kegiatan ini dilaksanakan sejak awal tahun 2018 hingga akhir tahun 2020, yang dimulai dengan pembuatan anjungan/bangsal untuk nelayan,” katanya.
Lebih lanjut dikatakan, pada 2 November 2018, kegiatan tersebut dihentikan oleh Desa Adat Ungasan melalui sidak yang dilakukan oleh Prajuru Desa Adat Ungasan, dan pada 2 Mei 2019, pihak kelompok nelayan Amerta Segara mengajukan permohonan kepada Desa Adat Ungasan terkait pemanfaatan pesisir Pantai Melasti. Oleh karena itu, pihak Desa Adat Ungasan menyetujui permohonan tersebut dan menerbitkan Berita Acara No. 08/BA-DAU/V/2019, tanggal 22 Mei 2019.
Kemudian dilanjutkan dengan menerbitkan Berita Acara No. 004/DA-DAU/X/2019, tanggal 7 Oktober 2019, beserta gambar yang disetujui. Selanjutnya, dikeluarkan Surat Keputusan Kelian Desa Adat Ungasan No. 11/KEP.DAU/X/2019, tanggal 10 Oktober 2019. Berdasarkan Surat Keputusan Kelian Desa Adat Ungasan No. 11/KEP.DAU/X/2019, tanggal 10 Oktober 2019, PT. TME melanjutkan pembuatan Anjungan/Bangsal beserta Krib tempat budidaya ikan dan terumbu karang.
Pembuatan Krib tempat budidaya ikan dan terumbu karang dilakukan oleh PT. TME, bersama dengan kelompok budidaya YS yang dibantu dengan alat berat berupa excavator milik CV. SNS. Kegiatan pembuatan Anjungan atau Bangsal dan Krib tempat budidaya ikan dan terumbu karang menggunakan material batu kapur yang didapatkan dari hasil pengerukan tebing yang berlokasi di sebelah utara lokasi tersebut.
“Untuk pembiayaan kegiatan pembuatan anjungan atau bangsal dan Krib tempat budidaya ikan dan terumbu karang tersebut, digunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) PT. TME sebesar Rp4,2 miliar,” katanya.
Berdasarkan keterangan Ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup atas nama Prof. Dr. Ir. Basuki Wasis, M.Si., pengurugan lokasi tersebut disebut sebagai reklamasi dan telah berdampak terhadap kerusakan lingkungan, perubahan ekosistem pesisir, dan menimbulkan kerugian Negara. (WIR)